Selasa, 11 November 2014

Kalau Kalian Besar Nanti

Dear Tebing & Rayya

dokumen pribadi
Menjadi seorang ayah, bukan perkara gampang. Tidak ada pendidikan formal dan informal untuk menjadi ayah. Kalau pun ada, memangnya kondisi setiap anak sama? Kalau kondisi setiap anak sama, sebagai orang tua, tentu enak sekali. Ayah tinggal membeli buku tutorial menjadi ayah saja. Siapa pun anaknya, mengurusnya sama saja sebagaimana yang diterangkan dalam buku.
Kenyataannya, membesarkan Tebing tidak sama dengan membesarkan Rayya. Karakter kalian begitu berbeda. Pada diri Tebing, ada sifat Bunda yang begitu kental. Pada diri Rayya, ada sifat Ayah yang begitu pekat. Ayah dan Bunda tidak dibesarkan dalam kultur keluarga yang sama.
Ayah beri tahu kalian, membangun keluarga sesungguhnya proses menciptakan kultur baru melalui negosiasi. Bukan mengembangkan kultur keluarga Bunda, bukan pula mematenkan kultur keluarga Ayah. Tidak ada lagi keluarga Ayah, tidak ada lagi keluarga Bunda. Hanya ada keluarga kita: Ayah, Bunda, Tebing, dan Rayya. Kelak, kalian akan menciptakan kultur kalian sendiri. Namun, kalian tidak perlu pusing memikirkannya saat ini. Akan datang masanya, tapi tidak sekarang.
Ajari saja Ayah dan Bunda cara memahami kalian. Dengan begitu, Ayah dan Bunda bisa membesarkan kalian dengan cara yang bisa kalian nikmati. Tentu saja, dalam proses itu, tentu kita akan menghadapi berbagai persoalan sampai kita benar-benar menemukan formula yang tepat.
Seperti membuat sebuah masakan, kita berempat adalah tim pemasak. Semua yang ada pada diri kita adalah bahan. Campuran dari bahan-bahan yang ada pada diri kita akan menciptakan rasa masakan yang nikmat. Namun, kita memerlukan komposisi yang tepat. Jangan sampai keasinan, kemanisan, keasaman, apalagi kepahitan. Sebelum kita menemukan komposisi yang tepat, tentu kita akan mendapati keempat rasa tersebut dalam masakan kita.
Ingatkan Ayah, jika sebagai pemasak, Ayah menyebabkan rasa yang tidak enak pada hidangan kita. Barangkali Ayah memilih bahan yang kurang tepat sehingga rasa masakan kita jadi tidak enak. Jangan lupa ingatkan Ayah dengan dua buku resep pegangan kita: Al Quran dan Sunnah.
Masakan yang kita olah itu yang akan menjadi masakan kita, kultur kita. Jika sampai saat kalian untuk menciptakan kultur keluarga kalian sendiri-sendiri, pengalaman memasak kita akan menjadi bahan-bahan yang bisa kalian gunakan. Pilihlah bahan yang benar-benar baik, buanglah bahan yang sekiranya kurang pas dengan bahan yang dibawa pasangan kalian kelak.
Saat itu, Ayah dan Bunda tidak akan mencampuri kehidupan kalian lagi. Ayah dan Bunda hanya akan menjadi penonton saja yang sesekali meneriakkan yel-yel dari pinggir lapangan agar kalian tidak kehilangan semangat. Kami tidak akan memcampuri proses memasak yang akan kalian lakukan bersama pasangan kalian masing-masing.
Jika hal itu Ayah lakukan, sama saja dengan memproklamirkan kegagalan dalam membesarkan kalian. Ayah tidak ingin gagal membesarkan kalian menjadi pribadi-pribadi mandiri yang tidak perlu bergantung pada siapa pun dan apa pun kecuali pada dua buku resep yang telah diwariskan dari suri tauladan kita, Nabi Muhammad: Al Quran dan Sunnah. Gigit itu dengan kedua geraham kalian, hingga maut menjemput.
Kalau kalian besar nanti, tolong tunjukkan surat ini, jika suatu hari Ayah mencampuri proses memasak kalian dengan pasangan kalian masing-masing.

Bunga, 12/11/2014